Tahunan – LPM Bursa, Wahana Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup (WAPALHI) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara menyelenggarakan Webinar Penambangan Pasir Laut di Perairan Jepara dengan topik “Menyoal Rencana Penambangan Pasir dalam Perspektif Hukum, Keadilan Sosial, dan Ekonomi untuk Pembangunan Tol Tanggul Laut Semarang Demak (TTLSD)” melalui Zoom Meeting serta disiarkan langsung dikanal youtube Wapalhi Jepara Official pada Jum’at, (10/04).
Dalam webinar kali ini WAPALHI menghadirkan tiga narasumber utama yaitu Cornel Gea dari Lembaga Bantuan Hukum Semarang, Dite Suprobo dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Helmi Ferdian dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jepara. Tak hanya itu webinar tersebut nampak menghadirkan pula perwakilan warga setempat yang terdampak (Balong) Dafiq.
Pada acara inti dipimpin langsung oleh Amrina Rosyada selaku moderator. Pertanyaan penting yang perlu digaris bawahi adalah “Apakah proyek ini telah terjadi diskonsepsi, sehingga beban yang didistribusikan lebih besar?”. Pada kesempatan pertama Cornel menjelaskan untung-rugi rencana proyek tersebut. Distribusi keuntungan akan diterima Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat atas restribusi/pajak, pengguna jalan tol, pemenang tender, ruang implementasi kuasa dan kepentingan serta kemudahan akses terhadap SDA. Adapun distribusi beban dipikul oleh nelayan lokal, petani penambak, usaha rumahan dari laut, pembebasan lahan penduduk pesisir Semarang, ekologi pesisir, masyarakat Jepara – sumber material urugan (Tambang Pasir Laut).
Cornel juga membedah Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) TTLSD. Ia menemukan 6 kelemahan yakni; analisis sempit, konsultasi publik tidak melibatkan kelompok kritis, potensi perubahan arus laut, hilangnya mata pencaharian penambak udang, hilangnya akses masyarakat terhadap sempadan pantai serta tidak detail dalam hal sumber urugan. Sehingga dari paparan yang disampaikan Cornel inipun muncullah pertanyaan terkait “sebenarnya bagaimana proses izin AMDAL ini?”. Dalam kesempatan kali ini pernyataan dilontarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jepara. Ia menjelaskan jika pihaknya bahkan tidak tau tentang proyek ini. “DLH Jepara benar-benar tidak mengetahui rencana pengerukan ini. Ada informasi yang tidak jelas dengan warga Balong” tandas Helmi (DLH Jepara). Ia mengimbuhkan jika perizinan terkait ANDAL merupakan wewenang pemerintah pusat, bukan pemerintah setempat.
Pada proses tanya jawab partisipan sangat antusias dalam menyoal perencanaan pengerukan pasir di desa Balong ini. Didid Endro salah satu partisipan merasa jika transparansi rencana pembangunan dan pengerukan ini dinilai kurang. Sehingga muncullah konflik horizontal, praduga di antara masyarakat setempat dengan pemerintah. Diskusi ini tergolong alot karena pernyataan DLH Provinsi dengan DLH Jepara terkesan saling lempar, sehingga pernyataan masih terkesan ambigu. “Perihal menolak atau menerima jangan disimpulkan dulu tapi kejelasan informasi dan transparansi rencana harus diperhatikan terlebih dahulu” pungkas Didid.
Dafiq selaku perwakilan warga terdampak berharap adanya transparansi dari pemerintah, Ia merasa jika desanya akan dirugikan dengan rencana penambangan/pengerukan pasir laut ini. “Harapannya penambangan ini tidak dilakukan di Balong. Ada banyak yang lainnya tapi kenapa harus Balong” tuturnya.
(RZA/Lpm Bursa)
0 Comments