PKI yang sudah merasa kuat, kemudian melakukan intervensi ke bidang politik dengan merekayasa suatu "kebulatan tekad" dari organisasi se-aspirasi mereka. Tanggal 6 Januari 1965, organisasi se-aspirasi dengan PKI seperti SB/SS Pegawai Negeri, Lekra, Gerwani, Wanita Indonesia, Pemuda Indonesia, Germindo, Pemuda Demokrat, Pemuda Rakyat, BTI dan sebagainya mengadakan pertemuan umum di Semarang guna menggalang "kebulatan tekad" untuk menuntut pembubaran Badan Pendukung Soekarno.
Keberanian PKIdalam melakukan aksi sepihak, ditunjukkan dalam aksi yang lebih berani yakni
menduduki kantor kecamatan Kepung, Kediri. Camat Samadikun dan Mantri Polisi
Musin, melarikan diri dan meminta perlindungan Ketua Ansor Kepung yaitu Abdul
Wahid. Untuk sementara, kantor kecamatan dipindah ke rumah Abdul Wahid. Dan
sehari kemudian, sekitar 1000 orang Banser melakukan serangan ke kantor
kecamatan untuk merebutnya dari kekuasaan PKI. Hanya dengan bantuan Gerwani,
ratusan PKI yang menguasai kantor itu bisa lolos dari sergapan Banser.
PKI juga telah
mulai berani membunuh tokoh PNI. Ceritanya, di desa Senowo, Kenocng, Kediri,
tokoh PNI bernama Paisun diculik PKI desa Botorejo dan Biro. Keluarganya lapor
kepada Ansor. Waktu dicari, mayat Paisun ditemukan di WC dengan dubur ditusuk
bambu tembus ke dada.
Banser dibantu
warga PNI menyerang para penculik. Tokoh-tokoh PKI dari Botorejo dan Biro
dibantai. Malah dalang PKI bernama Djamadi, dibantai sekalian karena menjadi
penunjuk jalan PKI. Juni 1965, Naim seorang pendekar PKI desa Pagedangan,
Turen, malang menantang Banser sambil membanting Al-Qur'an. Naim dibunuh Samad.
Mayatnya dibenamkan di sungai.
KUDETA 1 Oktober 1965
Tanggal 1
Oktober 1965 mulai pukul 03.30 sampai 05.00, gerakan maker PKI yang dipimpin
oleh Letkol Untung menculik para Jenderal AD yang difitnah sebagai anggota
Dewan Jenderal. Letjen Ahmad Yani, Brigjen DI Panjaitan, Mayjen Soetoyo, Mayjen
Soeprapto, Brigjen S. Parman, dan Mayjen Haryono MT mereka culik dan bunuh
(Puspen AD, 1965: 9-10). Sekalipun aksi itu terjadi 1 Oktober 1965, PKI
menamakan aksinya itu dengan nama "Gerakan 30 September". Tanggal 1
Oktober itu juga, Letkol Untung menyatakan bahwa kekuasaan berada di tangan
Dewan Revolusi. Untung juga menyatakan kabinet demisioner. Pangkat para
jenderal diturunkan sampai setingkat letnan kolonel, dan prajurit yang
mendukung Dewan Revolusi dinaikkan pangkat satu sampai dua tingkat.
Aksi sepihak
Letkol Untung yang menculik para jenderal dan membentuk Dewan Revolusi serta
mendemisioner kabinet, jelas merupakan upaya kudeta. Sebab dalam Dewan Revolusi
itu tidak terdapat nama Presiden Soekarno. Kabinet yang didemisioner pun adalah
kabinet Soekarno. Dan jenderal-jenderal yang diculik pun adalah
jenderal-jenderal yang setia pada Soekarno. Bahkan Jenderal A.H. Nasution,
adalah jenderal yang pernah ditugasi Soekarno untuk menumpas PKI dalam
pemberontakan di Madiun 1948.
Menghadapi aksi
sepihak Letkol Untung, tanggal 1 Oktober 1965 itu juga PBNU mengeluarkan
pernyataan sikap untuk mengutuk gerakan tersebut. Pada 2 Oktober 1965, pimpjna
muda NU, Subchan Z.E., membentuk Komando Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi
Gerakan 30 September disingkat KAP GESTAPU yang mengutuk dan mengganyang aksi
kudeta 1 oktober 1965 itu.
Tanggal 2
Oktober itu pula Mayjen Sutjipto, Ketua Gabungan V KOTI, mengundang wakil-wakil
ormas dan orpol yang setia pada Pancasila ke Mabes KOTI di Jl Merdeka Barat.
Rapat kemudian memutuskan untuk secara bulat berdiri di belakang Jenderal
Soeharto dan Angkatan Darat (O.G. Roeder, 1987: 48-49). Sementara di Kediri,
tanggal 2 Oktober 1965 sudah tersebar pamflet-pamflet yang menyatakan bahwa
dalang dibalik peristiwa 1 Oktober 1965 adalah PKI.
BANSER Bentrok
dengan PKI
10 Oktober
1965, sekalipun PKI menyatakan bahwa peristiwa 1 Oktober yang dinamai “Gerakan
30 September” itu adalah persoalan internal AD dan PKI tidak tahu-menahu,
anggota Banser di kabupaten Malang mulai menurunkan papan nama PKI beserta
ormas-ormasnya. Hari itu juga, tokoh-tokoh PKI di daerah Turen mulai diserang
Banser dan dibunuh. Diantara tokoh PKI yang terbunuh saat itu adalah Suwoto,
Bowo, dan Kasiadi. Palis, kawan akrab Bowo, karena takut dibunuh Banser malah bunuh
diri di kuburan desa Pagedangan.
11 Oktober
1965, Banser beserta santri dari berbagai pesantren di Tulungagung menyerang
PKI di kawasan Pabrik Gula Mojopanggung. Sekitar 3 ribu orang PKI yang sudah
bersiaga dengan senjata panah, kelewang, tombak, pedang, clurit, air keras, dan
lubang-lubang di dalam rumah, berhasil dilumpuhkan. Tanpa melakukan perlawanan
berarti, pasukan PKI itu ditangkapi Banser dan disembelih. Para anggota Banser
dan santri yang usianya sekitar 13 - 16 tahun itu, berhasil melumpuhkan para jagoan
PKI.
Pada 12 Oktober
1965, sekitar 3 ribu orang anggota Banser mengadakan apel di alun-alun Kediri.
Setelah apel usai, mereka bergerak menurunkan papan nama PKI beserta
ormas-ormasnya di sepanjang jalan yang mereka lewati. Di markas PKI di desa
Burengan, telah siaga sekitar 5 ribu orang PKI dengan bermacam- macam senjata.
Iring-iringan Banser yang dipimpin Bintoro, Ubaid dan Nur Rohim itu kemudian dihadang
oleh PKI. Terjadi bentrokan berdarah dalam bentuk tawuran massal. Sekitar 100
orang PKI di sekitar markas itu tewas. Sementara, di pihak Banser tidak satupun
jatuh korban. Dalam peristiwa itu, Banser mendapat pujian dari Letkol
Soemarsono, komandan Brigif 6 Kediri karena kemenangan mutlak Banser dalam
tawuran massal itu.
Pada 13 Oktober
1965, sekitar 10 ribu orang PKI di kecamatan Kepung, Kediri, melakukan unjuk
kekuatan dalam upacara pemakaman mayat Sikat tokoh PKI setempat yang tewas dalam
peristiwa di Burengan. Mereka menyatakan akan membalas kematian para pimpinan
mereka. Dan sore hari, dua orang santri dari pondok Kencong yang pulang ke
desanya di Dermo, Plosoklaten, dicegat di tengah jalan. Seorang dibunuh. Tubuh dicincang.
Seorang dikubur hidup-hidup.
Kematian dua
orang santri yang masih remaja itu, membuat Banser marah. Tapi mereka belum
berani menyerbu ke desa Dermo, karena kedudukan PKI di situ sangat kuat.
Akhirnya, Banser setempat meminta bantuan Banser dari pondok Tebuireng, Jombang.
Dengan kekuatan lima truk, Banser Tebuireng masuk ke desa Dermo. Truk mereka
diberi tulisan BTI singkatan dari Banser Tebu Ireng. Rupanya, PKI menduga bahwa
BTI itu adalah Barisan Tani Indonesia yang merupakan ormas mereka. Walhasil, bagaikan
siasat "kuda Troya", pertahanan PKI di desa Dermo dihancurkan dari
dalam.
Pertarungan
antara Banser dengan PKI yang berakibat fatal bagi Banser adalah di Banyuwangi.
Ceritanya, Banser dari Muncar yang umumnya dari suku Madura dikenal amat
bersemangat mengganyang PKI. Itu sebabnya, pada 17 Oktober 1965, di bawah
pimpinan Mursyid, dengan kekuatan tiga truk mereka menyerang kubu PKI di
Karangasem. Di Karangasem, terjadi bentrok berdarah setelah Banser tertipu
dengan makana beracun. Dalam bentrokan itu 93 orang Banser gugur. Sisanya
melarikan diri ke arah Jajag dan ke arah Cluring. Ternyata, Banser yang lari ke
Cluring dihadang PKI di desa itu. Sekitar 62 orang Banser dibantai dan dimakamkan
di tiga lubang dekat kuburan desa.
Pada 27 Oktober
1965, pemerintah mengeluarkan seruan agar masing-masing ormas tidak saling
membunuh dan melakukan aksi kekerasan. Siapa saja yang melakukan penyerangan
sepihak, akan diadili sebagai penjahat. Seruan itu dimanfaatkan oleh PKI.
Mereka melaporkan anggota Banser yang telah membunuh keluarga mereka. Dan
jadilah hari-hari sesudah 27 Oktober itu penangkapan dan pemburuan aparat keamanan
terhadap Banser.
PKI Ditumpas
Dalam bulan
November-Desember, setelah sejumlah pimpinan PKI seperti Brigjen Supardjo,
Letkol Untung, Nyono, Nyoto, dan Aidit diberitakan tertangkap, makin terkuaklah
bahwa perancang kudeta 1 Oktober 1965 adalah PKI. Saat-saat itulah pihak ABRI
khususnya AD mulai melakukan pembersihan dan penumpasan terhadap PKI beserta
ormas-ormasnya. Dan tangan kanan yang digunakan oleh pihak militer itu adalah
"anak didik" mereka sendiri dalam hal ini adalah Banser yang memiliki
jumlah anggota puluhan ribu orang.
Dalam suatu
aksi penangkapan dan penumpasan PKI di Kediri, misalnya, pihak AD hanya
menurunkan 21 personil. Sedang Banser yang dilibatkan mencapai jumlah 20 ribu
orang lebih. Dengan jumlah yang besar itu, diadakan operasi yang disebut
"Pagar Betis" yakni wilayah kecamatan Kepung dikepung oleh Banser
dalam jarak satu meter tiap orang. Dengan cara pagar betis itulah, PKI tidak
dapat lolos. Sekitar 6000 orang PKI tertangkap (kisah lengkap terdapat dalam
buku saya berjudul "Banser Berjihad Menumpas PKI" 1996).
Penangkapan
besar-besaran juga terjadi di Banyuwangi, Blitar, Malang, Tulungagung, Lumajang
dan kesemuanya melibatkan Banser. Mengenai keterlibatan Banser dalam menumpas
PKI, itu Komandan Kodim Kediri Mayor Chambali (alm) menyatakan bahwa hal itu
merupakan strategi ABRI yang ampuh. Sebab di tubuh Banser tidak tersusupi unsur
PKI. Sementara jika dalam penumpasan itu hanya ABRI yang dilibatkan, maka pihak
ABRI sendiri belum bisa menentukan siapa lawan dan siapa kawan karena banyaknya
anggota ABRI yang dibina PKI.[s]
Oleh; Drs. H. K.Ng. Agus Sunyoto *
Penulis adalah Sejarawan Nasional sekaligus Guru Besar UIN Surabaya
1 Comments
TES KOMEN
ReplyDelete